MEULABOHUTU | Kebutuhan akan produk halal di Indonesia semakin meningkat, tidak terkecuali di Aceh. Sayangnya, tren positif ini belum direspon para pelaku usaha yang beragama Islam secara maksimal. Salah satu contohnya, mereka belum peduli dengan label halal pada produknya. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain proses dan biaya sertifikasi yang akan berpengaruh terhadap modal produksi.

Hal inilah yang kemudian mendorong Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar menyelenggarakan Workshop Sertifikasi Pangan Halal pada Rabu (6/9) di aula utama, Gedung Kuliah Terintegrasi, Kampus UTU.

Pembahasan pada workshop ini dititik beratkan pada Regulasi dan Implementasi Pangan Halal di Aceh. Hal ini tentu sejalan dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Suci Rahmi, S.TP., M.Si selaku Ketua Panitia pelaksana dalam laporannya menjelaskan kegiatan workshop ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa diantaranya tentang sertifikasi produk halal. Kegiatan workshop ini diikuti oleh seluruh mahasiswa THP dan sejumlah dosen dari Fakultas Pertanian.

Workshop ini dihadiri langsung oleh Rektor UTU Dr. Drs. Ishak Hasan, M.Si. Dalam sambutannya, Rektor menyampaikan apresiasi terkait Workshop pangan halal ini karena substansi dan proses kehalalan suatu produk sangat penting untuk diperhatikan. “Berkaitan dengan hal ini, selain kehalalan produk dalam segi substansi, kehalalan dalam proses pembuatannya pun harus diperhatikan. Pasalnya, berbicara mengenai kehalalan ini telah ditegaskan di dalam Islam karena berdampak langsung dengan kehidupan akhirat kelak”, jelasnya.

“Sertifikasi halal diperlukan sebagai upaya perlindungan konsumen Muslim, sehingga hak konsumen umat Islam dalam melaksanakan syariat untuk tidak mengkonsumsi produk tidak halal akan terjamin,” Jelasnya.

Rektor juga menyinggung UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal dan terbitnya PP No 39 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. “Dengan regulasi itu, jelas bahwa produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal,” tegasnya.

Rektor melanjutkan bahwa perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga akademik yang dapat membantu pelaksanaan penjaminan produk halal dengan melakukan sosialisasi kepada mahasiswa maupun kepada masyarakat lewat kegiatan tridharma “UTU tentu harus turut serta mengambil bagian dalam penjaminan produk halal di Aceh,” paparnya.

Hadir sebagai narasumber Kepala Pusat Riset Halal Universitas Syiah Kuala, Dr. Ir. Yusya Abubakar, M.Sc., IPU dan Kepala BPOM Aceh, Yudi Noviandi, M.Sc., Tech. Apt.

Kepala Pusat Riset Halal Universitas Syiah Kuala, Dr. Ir. Yusya Abubakar, M.Sc., IPU menjelaskan bahwa prinsip produksi pangan halal dan proses pengawasan prosedur halal dilakukan sejak awal pangan dikembangkan di lahan pertanian hingga sampai ke tangan konsumen. Adapun prosedur penerbitan sertifikat halal di Aceh melibatkan banyak pihak, antara lain Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan MUI.

“Upaya peningkatan laju sertifikasi produk halal yang dicanangkan pemerintah turut mendorong industry halal untuk terus berkembang sehingga menjadikan pelaksanaan system jaminan produk halal sangat penting untuk dilakukan terhadap industry tersebut, khususnya di daerah Aceh yang terkenal dengan wisata religi” dirinya menambahkan.

Dirinya juga berpendapat bahwa mempromosikan produk halal tidak hanya memberikan sertifikat halal terhadap suatu produk tetapi juga dibarengi dengan pemahaman yang mengedukasi dasar pemberian label halal pada produk tersebut. Adapun yang menjadi tantangan sertifikasi halal khususnya bagi UMKM adalah masih banyaknya industry pengolahan seperti restoran, rumah makan dan catering, termasuk juga rumah potong hewan yang belum tersertifikasi halal. Padahal kelompok industry tersebut terus berkembang dan jumlahnya semakin bertambah.

Sementara Kepala BPOM Aceh, Yudi Noviandi M.Sc. Tech., Apt. mengatakan, penerapan Standar Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) harus dimiliki oleh pelaku usaha di sarana produksi. Untuk itu, pihaknya melalui program pemberdayaan UMKM guna meningkatkan daya saing produk pangan, Balai Besar POM di Banda Aceh (BPOM Aceh) aktif melaksanakan Sosialisasi dan Desk Registrasi dalam Rangka Jemput Bola Registrasi Pangan Olahan.

Adapun tujuan dari penerapan CPPOB adalah menghasilkan pangan yang layak, bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun internasional dengan cara : Mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain; mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen; dan mengendalikan proses produksi.

Ada empat kriteria pangan yang dikehendaki oleh konsumen, lanjutnya, yaitu sesuai selera konsumen, aman dikonsumsi, bermutu dan halal. Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam penjaminan produk halal, Kepala BPOM Aceh menyampaikan bahwa dirinya akan menjamin dan memfasilitasi ketersediaan produk halal. “BPOM sebagai lembaga utama pemerintah memiliki wewenang untuk menjamin dan memfasilitasi ketersediaan produk halal untuk memberikan jaminan terhadap konsumen yang peduli akan produk halal,” ungkapnya. (Aduwina Pakeh / Humas UTU).