Menembus Lumpur Demi Kemanusiaan: Perjuangan Relawan UTU, UGM, dan PNL di Tanah Gayo

Bener Meriah – UTU | Suasana dingin di dataran tinggi Gayo tak menyurutkan semangat sekelompok relawan yang berjuang menembus isolasi. Di bawah guyuran hujan lebat dan jalanan yang berubah menjadi kubangan lumpur, Tim Relawan Universitas Teuku Umar (UTU) bersama UGM dan Politeknik Negeri Lhokseumawe bertaruh tenaga demi mencapai warga yang terdampak bencana di Kabupaten Bener Meriah.

Perjalanan dimulai pada malam 24 Desember 2025. Rombongan yang berangkat dari Kampus UTU Meulaboh ini harus merelakan kenyamanan tidur di rumah. Saat jarum jam menunjukkan larut malam, kendaraan mereka tertahan di Kampung Kuyun, Kecamatan Celala, Aceh Tengah. Jalanan yang licin dan berlumpur akibat hujan ekstrem membuat mesin kendaraan tak sanggup lagi mendaki.

Alhasil, kebun kopi milik warga menjadi “hotel” darurat mereka malam itu. Di tengah kegelapan dan aroma tanah basah, para dosen dan mahasiswa ini beristirahat seadanya, menunggu fajar menyingsing hingga jalanan cukup kering untuk dilalui menuju Bandara Rembele.

Begitu tiba di lokasi bencana, tantangan sebenarnya baru dimulai. Koordinasi cepat dilakukan dengan pemerintah setempat untuk menyasar titik pengungsian yang aksesnya baru saja terbuka selama dua hari. Tercatat, ada 360 jiwa yang kini menggantungkan hidup di tiga titik pengungsian: Pesantren, Bale Reje Kampung Pantan Kemuning, dan Kampung Tunyang.

Momen haru sekaligus dramatis terjadi pada 26 Desember. Saat hendak menuju Bale Reje, kendaraan logistik kembali tersangkut lumpur akibat hujan yang terus mengguyur. Tak ingin warga menunggu lebih lama, tim memutuskan untuk membagi tugas.

Dengan memikul bantuan, tim berjalan kaki sejauh dua kilometer menembus pekatnya hujan menuju Kampung Tunyang. Di sana, kolaborasi kemanusiaan terbentuk secara organik. Tim medis dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan relawan Politeknik Negeri Lhokseumawe sudah bersiaga.

“Dalam keterbatasan, kami membuka pos kesehatan darurat di bawah guyuran hujan. Hanya bermodalkan senter sebagai penerangan, kami melakukan pemeriksaan kesehatan warga pengungsian,” kenang Irsadi Aristora, salah satu relawan di lokasi.

Di tengah dingin dan gelapnya tenda pengungsian, kehadiran para relawan membawa secercah harapan bagi warga. Salah satu warga yang mengungsi di Kampung Tunyang, tak mampu menyembunyikan rasa harunya saat melihat tim relawan tiba dengan pakaian yang basah kuyup dan penuh lumpur.

“Kami sempat merasa sendirian di sini karena jalanan rusak parah. Tapi saat melihat anak-anak mahasiswa dan Bapak Dosen sampai jalan kaki membawa obat dan makanan, kami sangat terbantu. Terima kasih banyak kepada keluarga besar UTU, pihak Kemdiktisaintek, dan juga dari UGM dan Politeknik Lhokseumawe yang sudah jauh-jauh datang ke gunung ini untuk melihat kondisi kami,” ujar Inah dengan suara bergetar.

Heri Darsan, S.T., M.T., Ketua Tim Relawan PKM Tanggap Bencana UTU, mengatakan bahwa fokus mereka adalah menembus kembali akses menuju Bale Reje Kampung Pantan Kemuning yang sempat tertunda.

Bantuan yang dibawa bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan kebutuhan mendasar yang sangat dinanti warga. Mulai dari logistik pangan seperti biskuit dan ikan asin, sarana pendidikan untuk anak-anak, hingga peralatan teknis seperti generator (genset) dan mesin air Robin. Tak lupa, kebutuhan ibadah dan kenyamanan seperti mukena, sajadah, kain sarung, selimut, dan obat-obatan turut disalurkan.

“Kami mohon doa agar seluruh tim yang berjumlah 25 orang tetap diberikan kesehatan dan semangat untuk menuntaskan misi di empat titik target kami di Bener Meriah,” tutup Irsadi Aristora mewakili tim relawan gabungan.

Di tengah dinginnya kabut Bener Meriah, jejak lumpur di pakaian para relawan ini menjadi saksi bisu bahwa kemanusiaan tidak pernah mengenal kata menyerah. [Humas UTU]

Laporan: Irsadi A. | Editor: Yuhdi F. | Foto: Istimewa.

Related Posts

Leave a Reply