Melintasi Batas, Merajut Harmoni: Perjalanan Siti Carolina Memahami Keberagaman Dunia Di Jantung Amerika

Amerika Serikat – UTU |  Impian seorang mahasiswi untuk menjejakkan kaki di tanah Paman Sam akhirnya terwujud. Bukan sekadar jalan-jalan, melainkan sebuah perjalanan sarat makna yang membuka mata dan hati. Adalah Siti Arafah Carolina, mahasiswi berprestasi dari Universitas Teuku Umar yang berhasil menembus seleksi ketat Program Study of the U.S. Institute (SUSI) Global Student Leaders 2025. Program inilah yang membawanya menyelami seluk-beluk kebebasan beragama dan pluralisme di Amerika Serikat. Kepada Humas UTU, Siti bercerita tentang perjalanan dan pengalamannya selama berada di Amerika Serikat.

Menyelami Keberagaman Iman di Philadelphia

Lima minggu di Philadelphia, di bawah naungan Dialogue Institute Temple University, menjadi babak baru dalam perjalanan Siti. Bersama dua belas peserta lainnya dari Indonesia, India, Lebanon, dan Mesir, ia mendalami tema “Religious Freedom and Pluralism”. Fokusnya? Bagaimana kebebasan beragama, keberagaman budaya, dan tradisi diaplikasikan di Amerika Serikat saat ini, serta sejarah panjang yang membentuknya.

“Berada di tengah umat beragama lainnya sebagai minoritas tentu menjadi sebuah tantangan besar,” kenang Siti. Namun, tantangan itu justru menjadi peluang emas baginya. Ia belajar bagaimana umat antar-agama dapat hidup berdampingan dan berkomunikasi. Berdiskusi dengan kelompoknya yang terdiri dari berbagai latar belakang agama, Siti berkesempatan mempelajari berbagai keyakinan yang berkembang di Amerika Serikat, mulai dari Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Yahudi, Quaker, hingga Baha’i. Yang lebih istimewa, pembelajaran ini langsung dibimbing oleh pakar dari setiap agama tersebut.

Tak hanya teori, kunjungan lapangan untuk berbincang langsung dengan tokoh keagamaan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari program ini. “Satu hal penting yang saya pelajari adalah pentingnya kemampuan berdialog antar umat beragama,” tegas Siti. Baginya, ini adalah tentang kesediaan untuk memahami perspektif yang berbeda demi menciptakan hubungan baik dan menjunjung tinggi toleransi.

Melestarikan Identitas di Tengah Arus Global

Toleransi, bagi Siti, tak hanya berlaku antarumat beragama, tetapi juga antar kelompok dengan prinsip dan pandangan hidup yang berbeda. Amerika Serikat, dengan ragam kelompoknya, menjadi bukti nyata akan hal ini. Dalam rangkaian program SUSI 2025, Siti dan peserta lainnya berkesempatan berdialog langsung dengan kelompok Amish di Amish County dan keturunan Indian di Phoenix, Arizona.

“Saya belajar bahwa melestarikan budaya merupakan bentuk menjaga keberagaman yang tidak mudah dilakukan,” ungkap Siti. Ia menyoroti tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini, yang sering kali terbawa arus global hingga melupakan tradisi dan norma masyarakat. Dari kunjungan ini, ia memahami bagaimana setiap kelompok beragam di Amerika memiliki cara tersendiri dalam menanamkan prinsip hidup pada generasi muda agar tradisi tetap lestari. Hal ini juga diperdalam dalam sesi terkait identitas diri.

“Saya percaya bahwa kita sudah seharusnya mencintai dan melestarikan budaya kita dalam rangka menjaga identitas agar tetap ada dan tetap dikenal di dunia,” seru Siti penuh semangat.

Pengakuan terhadap keberagaman, menurut Siti, adalah kunci untuk mencegah konflik dan menjaga perdamaian. Ini menjadi pesan kuat yang ia dapatkan dari kunjungannya ke berbagai lokasi penting seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Museum Nasional Sejarah Afrika-Amerika, Museum Holocaust, dan Museum Musik dan Instrumen. Semua tempat ini memiliki satu benang merah: pentingnya menjaga perdamaian dunia dengan mengakui keberagaman.

“Mengakui dan menghargai keberagaman berperan penting dalam menjaga perdamaian dunia melalui pengakuan hak setiap orang sebagai manusia untuk mendapatkan kualitas dan kesempatan hidup yang lebih baik,” jelas Siti. Ia belajar bahwa perdamaian dimulai dari diri sendiri, dengan menjadi pemimpin bagi diri sendiri untuk berjalan di arah yang benar dengan berani.

Sekembalinya ke tanah air, pengalaman dan pembelajaran yang didapat Siti tak akan disimpan sendiri. Ia bertekad untuk menyampaikannya kepada generasi muda di daerahnya, Aceh Barat, sebagai topik diskusi yang diharapkan dapat menginspirasi dan menguatkan toleransi dalam keberagaman.

“Sebagai mahasiswa, saya selalu ingin mengeksplorasi seluruh ranah pengetahuan, terutama dalam cakupan sosial yang menunjang hubungan antar individu,” ujar Siti dengan antusias. Jalan Siti menuju impiannya tak lepas dari dukungan penuh Unit Pelayanan Akademik (UPA) Bahasa Universitas Teuku Umar yang membimbingnya melewati setiap tahapan seleksi, dari pendaftaran hingga persiapan keberangkatan.

“Saya berharap dapat menjadi bagian dari generasi muda yang sadar akan pentingnya kesadaran bahwa kita merupakan bagian dari keberagaman dan keberagaman adalah kekuatan kita sebagai bagian dari Indonesia yang kaya akan tradisi dan budaya,” pungkas Siti dengan penuh harap.

Kisah Siti Arafah Carolina adalah sebuah bukti nyata bahwa dengan semangat belajar dan dukungan, seorang mahasiswi dapat membawa pulang pelajaran berharga yang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya, tetapi juga bagi lingkungannya. Ia adalah contoh inspiratif bagaimana keberanian menjelajah dunia dapat membuka wawasan dan memperkuat fondasi toleransi untuk masa depan yang lebih baik. [Humas UTU]

Laporan: Firman P. | Editor: Yuhdi F. | Foto: Istimewa

Related Posts

Leave a Reply