Aceh Jaya – UTU | Perairan Aceh Jaya yang kaya potensi bahari menjadi fokus utama berbagai pihak dalam upaya pengelolaan jangka panjang dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pengzonasian kawasan laut menjadi langkah krusial. Pemetaan ini bertujuan untuk menentukan area pemanfaatan sumber daya laut dan zona konservasi demi pelestarian serta pemulihan ekosistem laut.
Guna memfasilitasi program penting ini, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Aceh menggelar Focus Group Discussion (FGD), Kamis (19/06/2025) di Aula Gampong Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti, Aceh Jaya. Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi dari Universitas Teuku Umar dan Universitas Syiah Kuala, perwakilan Wildlife Conservation Society, Kepala Dinas Perikanan Aceh Jaya, Panglima Laot, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), aparatur desa, serta nelayan setempat.
Insyafrizal, S.E., M.Si. dari Sub-Koordinator Konservasi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, DKP Aceh, membuka FGD dengan menekankan pentingnya koordinasi antar-lembaga. “Pentingnya koordinasi antar lembaga untuk dapat mewujudkan pengelolaan berkelanjutan. Tanpa adanya koordinasi antar stakeholder, tentunya program-program pemerintah akan sulit untuk dijalankan,” ujarnya.
Senada dengan Insyafrizal, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Aceh Jaya, T. Ridwan, S.Pi., M.Si., mengungkapkan bahwa potensi laut Aceh Jaya bahkan telah menarik perhatian internasional. “Potensi laut Aceh Jaya sudah dilirik oleh kalangan internasional (mancanegara). Insya Allah bulan Oktober, tim dari National Geographic akan mendokumentasi potensi perairan di Aceh Jaya,” terang beliau, seraya menambahkan bahwa ini adalah kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk menunjukkan koordinasi yang baik.
Namun, di tengah kabar baik mengenai potensi ini, Maria Ulfa, S.Kel., M.Si., Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala, menyampaikan hasil survei yang memprihatinkan. “Ada penurunan jumlah terumbu karang yang masih baik dan penurunan jumlah ikan karang spesies tertentu,” paparnya. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa penyebab utama penurunan ini adalah praktek penangkapan ikan di zona konservasi yang secara tidak sengaja merusak terumbu karang, padahal terumbu karang merupakan area penting bagi ikan untuk mencari makan dan berkembang biak.
Menanggapi hasil FGD, Dekan FPIK UTU, Prof. Dr. Ir. Ismail Sulaiman, S.TP., Maitrise., M.Sc. IPU., memberikan masukan strategis. “Kami sepakat dengan program konservasi yang akan ditetapkan oleh pemerintah, sehingga masyarakat juga yang akan mendapat manfaat jika kondisi perairan tetap baik kualitasnya,” jelas Prof. Ismail. Ia menambahkan, jika terumbu karang dan hutan bakau tetap terlindungi, maka akan menjadi tempat berkembang biak ikan dan tempat ikan mencari makan, sehingga stok ikan di perairan Aceh Jaya tidak berkurang. “Dan dengan terjaganya terumbu karang serta hutan bakau, juga akan bisa membuka peluang bidang ekowisata yang akan dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat sekitar,” pungkasnya, menunjukkan bahwa konservasi tidak hanya tentang pelestarian, tetapi juga tentang peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Melalui upaya pengzonasian kawasan dan kolaborasi lintas sektoral ini, Aceh Jaya bertekad untuk menjaga kekayaan baharinya, tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk generasi mendatang, sekaligus membuka peluang baru dalam bidang ekowisata yang menjanjikan. [HUMAS]
Teks: Ismail S. | Editor: Yuhdi F. | Foto: Istimewa.