MEULABOH – UTU | Dalam rangka mendukung penguatan pengembangan ekonomi, sosial dan wisata di Kabupaten Simeulue, Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Universitas Teuku Umar menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Sektor Wisata Bahari di Kabupaten Simeulue 2023.
Kegiatan ini mengangkat tema tentang “Peran Generasi Muda Dalam Pengembangan Ekowisata dan Budaya” yang dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2023, bertempat di Balai Desa Labuhan Jaya, Teupah Selatan, Simeulue.
Kegiatan dibuka langsung oleh Camat Teupah Selatan Alexsender, SKN. Adapun narasumber yang mengisi materi kegiatan yaitu Dr. Mursyidin, MA, Dosen Prodi Sosiologi, FISIP Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, dan Dr. Munandar, M.Sc, dosen pakar bidang Ekologi laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar dengan peserta mahasiswa dari berbagai Fakultas di Universitas Teuku Umar.
Presiden Mahasiswa Universitas Teuku Umar, Wahyu Nurdin dalam kesempatannya menyampaikan tujuan dari Ekspedisi kampung bahari ini untuk melaksanakan perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi, kemudian menciptakan ruang dan inovasi baru terhadap pertumbuhan daerah yang memiliki potensi pariwisata dan budaya bahari yang belum tereksplorasi..
Selain itu, untuk menciptakan ruang edukasi terhadap masyarakat dalam pengembangan pembangunan desa dan mewujudkan generasi yang memiliki kepedulian terhadap sadar pendidikan serta untuk menumbuh kembangkan kesadaran cinta budaya.
“Kemudian, mengeksplorasi daerah yang memiliki sejarah dan budaya serta mengeksplorasi daerah yang memiliki potensi wisata alam baik di laut maupun di darat dan menciptakan kawasan wisata yang berkelanjutan,” jelasnya.
Diharapkan pengembangan sektor pariwisata khususnya kampung bahari dapat terwujud dan sudah saatnya pemerintah tidak berjalan sendiri dalam penyelesaian penanganan masalah-masalah yang terjadi sehingga penangannyapun bisa lebih maksimal dan menghasilkan rekomendasi untuk dipergunakan sebagai laporan dan bahan bagi pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Mursyidin menyampaikan materi tentang penyiapan pranata hukum, sosial, budaya, ekonomi dan keamanan dalam pembangunan kampung bahari. Ia menyebutkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dari Sabang Sampai Merauke, dari Mianngas Sampai Pulau Rote. Garis pantai Indonesia mencapai 81.000 km, meliputi 17.000 pulau dan 5,8 juta km (70%) wilayah laut.
“Termasuk Simeulue merupakan daerah kepulauan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah terutama sektor laut dan pariwisata (kampung bahari). Adapun sistem pola nafkah masyarakat kampung bahari adalah disektor perikanan, baik itu budidaya perikanan maupun perikanan tangkap,” jelasnya
Namun demikian, ada permasalahan klasik yang dialami oleh masyarakat pesisir utamanya dalam hal sosial dan ekonomi seperti kekurangan gizi, pendapatan yang belum memadai, tingkat kesehatan, keterbatasan pendidikan, hunian yang tidak layak, pengelolaan sampah yang buruk,penurunan tanah, ancaman dalam kondisi pembangunan infrastruktur dan tantangan sosial lainnya.
lanjutnya, seiring berjalannya waktu jumlah nelayan berkurang, lunturnya jati diri bangsa maritim di kalangan pemuda dan belum efektif kerja sama dalam aspek pembangunan sosial antar sesama stakeholder terkait.
“Masalah-masalah seperti ini membutuhkan kerjasama antar semua sektor sehingga penyelesaiannya terstruktur dan terarah,” kata Doktor bidang Ilmu Sosiologi dan Antropologi ini.
Status Simeulue sebagai pulau terluar dan berhadapan langsung dengan samudra Hindia tentu memiliki tantangan dan ancaman tersendiri seperti hadirnya kekuatan militer negara-negara adidaya, munculnya pelaku kejahatan seperti penyelundupan dan perdagangan manusia, narkoba dan lain-lain.
Untuk itu diperlukan sinergitas panata sosial masyarakat maritim atau masyarakat pesisir dalam meningkatkan stabilitas keamanan terhadap pembangunan kampung bahari. Pranata sosial masyarakat maritim yang terlibat dalam menjaga stabilitas keamanan dan pembangunan masyarakat maritim, seperti Dinas Kelautan dan Perikakan, Satuan Pelaksana TNI Angkatan Laut (LANAL) dan Korps Kepolisian Air dan Udara (Korpolairud). Disamping itu juga adanya pranata sosial lembaga adat, seperti Panglima Laot Kabupaten /Kota dan Panglima Laot Lhok Kepala Pelabuhan (Syahbandar) baik pelabuhan kapal penyeberangan maupun pelabuhan pendaratan ikan /PPI.
Terakhir, Dr. Mursyidin mendorong pembangunan wisata kampung bahari dengan memanfaatkan potensi pengembangan wisata bahari sebagai aset dan pengembangan ekonomi masyarakat lokal.
“Pengembangan wisata bahari dan budaya tidak didominasi oleh pihak- pihak tertentu, tetapi diperlukan partisipasi aktif dari penduduk lokal. Upaya sosialisasi kepada penduduk lokal sebagai langkah awal, karena wisata budaya bahari mempunyai peluang keterlibatan penduduk lokal yang lebih besar dalam pengelolaannya,” pungkas Dr. Mursyidin. (Aduwina Pakeh / Humas UTU).