MEULABOH – UTU | Peningkatan hasil tangkapan nelayan merupakan pekerjaan rumah yang masih perlu terus dicarikan solusinya. Terlebih saat ini ancaman perubahan iklim secara signifikan mengurangi hasil tangkapan nelayan. Kondisi ini turut diperparah dengan kerusakan ekosistem laut. Dampaknya, nelayan semakin menderita karena hasil tangkapan yang semakin berkurang.
Berkaca dari kondisi yang ada, Tim Peneliti dari Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar melakukan pendampingan pembuatan ecotrap kepada kelompok masyarakat konservasi Kedai Susoh, Aceh Barat Daya, Minggu, 18 Agustus 2024. Pengabdian kepada masyarakat yang bersumber dari hibah internal UTU dilaksanakan oleh Samsul Bahri, M.Si., Dr. M. Rizal, dan Hafinuddin, M.Sc.
Samsul Bahri, M.Si. selaku Ketua Tim Pelaksana kepada Humas UTU mengatakan tujuan kegiatan pelatihan ecotrap ini adalah untuk membantu nelayan pesisir dalam meningkatkan jumlah hasil tangkapan ikan demersal bernilai komersil tinggi serta mereduksi kerusakan habitat laut melalui alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
“Pembuatan bubu ramah lingkungan juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat pesisir terkait alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. Selama ini nelayan masih menggunakan alat tangkap yang kurang ramah lingkungan. Kondisi itu membuat habitat laut rusak. Kalau sudah begitu, hasil tangkapan nelayan di masa depan bisa berkurang,” ungkap Samsul Bahri.
Ecotrap atau bubu yang dibuat menggunakan bahan dasar bambu yang notabene adalah bahan ramah lingkungan. Pada bagian dinding bubu juga disematkan tali ijuk sebagai media penarik yang memiliki bau dan tekstur yang disukai oleh beberapa jenis ikan. Pola kerja bubu (ecotrap) ini sendiri adalah dengan menjebak ikan untuk masuk ke dalam perangkap secara selektif berdasarkan ukuran dan jenis ikan itu sendiri.
“Target tangkapan ikan pada bubu ini sendiri adalah ikan jenis demersal atau ikan karang yang bernilai komersil tinggi,” sambung Samsul Bahri.
Berbagai alat tangkap ikan yang banyak digunakan pada umumnya berbahan dasar plastik seperti jaring dan tali pancing. Seperti yang diketahui bahwa saat ini keberadaan jumlah material plastik di lautan sudah sangat mengkhawatirkan. Data dari Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi sebagaimana dilansir dari laman Antaranwes.com sampah plastik di laut Indonesia berjumlah sekitar 12,87 ton. Ancaman terbesarnya adalah penyebaran partikel mikroplastik ke dalam tubuh ikan. Upaya pengurangan penggunaan bahan plastik pada alat tangkap menjadi fokus utama dalam pengembangan bubu ramah lingkungan ini sendiri, sehingga keberadaan sampah plastik yang mencemari lingkungan peraian laut diharapkan dapat tereduksi secara perlahan.
Erijal selaku ketua kelompok masyarakat konservasi di Keudai Susoh menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap kepedulian dan upaya para pihak universitas terhadap nelayan pesisir khususnya nelayan kecil yang masih menggantungkan penghasilan pada alat tangkap tradisional.
“Keberadaan alat tangkap ramah lingkungan yang efektif dan efesien menjadi alternatif bagi nelayan dalam meningkatkan nilai hasil tangkapan yang diperoleh sehingga dapat mendongkrak pendapatan ekonomi masyarakat pesisir,” ungkap Erijal. (Humas UTU | Photo by Samsul Bahri).